Rabu, 25 September 2013

IPA BIOLOGI

Organ-Organ Sistem Reproduksi pada Manusia
1.Organ Sistem Reproduksi Laki-Laki



Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
a.Organ reproduksi  luar terdiri dari :
1)      Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
2)      Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.
b. Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1)      Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
2)      Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
3)      Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi  untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.
4)      Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dan menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5)      Urethra merupakan saluran panjang terusan  dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.

2. Organ Sistem Reproduksi Wanita


Dibedakana menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
a.Organ reproduksi luar terdiri dari  :
1)      Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
2)      Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
ü  Labia mayora merupakan sepasang bibir  besar yang terletak di bagian luar dan membatasi vulva.
ü  Labia minora merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di bagian dalam dan membatasi vulva.

b.Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1)      Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang  sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti :
ü  Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.
ü  Progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.
2)      Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.
3)      Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar  dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.
4)      Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
5)      Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
6)      Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah pir dengan bagian bawah  yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
ü  Perimetrium yaitu lapisan yang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
ü  Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
ü  Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
7)      Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
8)      Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
9)      Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering disebut dengan klentit.











Proses pembentukan Sel Kelamin (Gametogenesis)
Merupakan peristiwa pembentukan sel gamet, baik gamet jantan/sel spermatozoa
(spermatogenesis) dan juga gamet betina/sel ovum.
1.  Spermatogenesis
 merupakan proses pembentukan sel  spermatozoa. Dibentuk di dalam tubula seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
a.       Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP  (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
b.      Hormon LH yang berfungsi merangsang  sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma).
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
2. Oogenesis
 merupakan proses pembentukan dan  perkembangan sel ovum. Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
a.       Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
b.      Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
c.       Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
d.      Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH.
Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan  oleh ovarium. Sel telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi). Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk menghasilkan sel ovum yang matang  Karena sudah tidak dihasilkannya hormon, sehingga berhentinya siklus  menstruasi sekitar usia 45-50 tahun.
            Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu : 
a.       Tidak terjadi fertilisasi maka sel ovum akan mengalami  menstruasi yaitu luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan  dengan dinding endometrium yang robek. Terjadi secara periodic/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya.
Terjadi fertilisasi yaitu peleburan antara sel sperma dengan sel ovum yang telah matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan  janin. Keadaan demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini disebut dengan kelahiran. 

Gangguan Pada Organ Reproduksi Manusia
1. Gangguan Pada Organ Reproduksi Wanita
Penyakit yang bisa menyerang sistem reproduksi wanita bisa berupa gangguan menstruasi, kanker di wilayah genital, infeksi pada vagina dan juga endometriosis.
a.   Gangguan Menstruasi
Gangguan atau penyakit ini bisa berupa amenore primer dan juga amenore sekunder. Amenore primer merupakan gejala dimana menstruasi tidak terjadi hingga usia 17 tahun dan diikuti dengan tidak berkembangnya unsur seksual sekunder. Sementara itu, amenore sekunder adalah tidak terjadinya proses menstruasi selama 3 hingga 6 bulan pada wanita yang telah mengalami suklus menstruasi sebelumnya.

b. Kanker Pada Wilayah Genital
Penyakit pada sistem reproduksi manusia ini banyak dijumpai biasanya pada wilayah ovarium, serviks dan juga vagina. Kanker vagina ini belum diketahui apa penyebab pastinya. Namun, para ahli menduga hal tersebut disebabkan oleh infeksi virus. Pengobatan kanker pada vagina ini bisa dengan kemoterapi ataupun bedah menggunakan laser. Sementara itu, kanker pada mulut rahim atau serviks terjadi jika ada sel yang tumbuh secara abnormal di wilayah lapisan epiter mulut rahim. Dan kanker pada ovarium sendiri tidak menujukan tanda-tanda yang jelas namun biasanya disertai berbagai keluhan seperti rasa pegal luar biasa pada panggul, terdapat perubahan saluran pencernaan dan muncul pendarahan yang abnormal pada vagina.

c. Endometriosis
Merupakan gejala dimana jaringan endometrium wanita berada di luar wilayah rahim yakni di ovarium, oviduk, ataupun di jalur luar rahim wanita. Gejala yang paling lazim muncul antara lain nyeri pada bagian perut, wilayah pinggang yang sakit, serta rasa tak nyaman yang berlebihan saat menstruasi.

d. Infeksi vagina

Penyakit ini menampakkan gejala antara lain keputihan berlebih dengan bau yang sangat menyengat dan disertai dengan rasa gatal. Infeksi ini biasanya menyerang wanita pada usia yang produktif khususnya bagi mereka yang telah memiliki pasangan dan aktif melakukan kegiatan seksual. Penyebab utamanya adalah hubungan seksual.

e. Penyempitan Pada Oviduk
Oviduk atau saluran telur bisa mengalami penyakit dimana ia akan menyempit. Penyebabnya disinyalir genetis namun ada juga yang disebabkan oleh kuman jenis tertentu. Saluran telur yang sempit akan membuat wanita sulit mendapatkan anak sebab jalan sperma terhalangi.

f. Mandul/Infertilitas
Hal ini bisa disebabkan oleh penyakit maupun gangguan. Pada kondisi umum, wanita akan mengalami masa subur sekali dalam sebulan. Bagi wanita yang kurang subur biasanya tidak terdapat masa subur dalam jangka waktu tertentu. Dan hal ini menandakan gejala infertilitas. Hal ini biasa diatasi dengan berbagai metode salah satunya adalah terapi makanan dan lain-lain.

g. Mola Hidalidosa

Atau yang lebih populer dikenal dengan nama hamil anggur merupakan kondisi dimana wanita mengalami kehamilan namun tak ada janin yang tumbuh di dalam rahim melainkan hanya gelembung bernama mola juga darah yang membeku. Hamil anggur ini bisa mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa dan bahkan berbuntut pada kematian yang disebabkan pendarahan.

h. Condiloma Accuminata
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus bernama Human Papiloma. Ia ditandai dengan munculnya kutil yang terus membesar dan akhirnya menjadi cikal kanker pada mulut rahim wanita. 

2. Gangguan Pada Organ Reproduksi Pria
Adapun gangguan dan penyakit reproduksi yang bisa menyerang pria antara lain kriptorkidisme, prostatitis, hipogonadisme, epididimitis, dan juga orkitis. 
a. Hipogonadisme 
Merupakan gejala dimana terdapat penurunan fungsi testis pada pria dan disebabkan oleh adanya gangguan interaksi hormon yakni androgen dan juga estrogen. Penyakit ini bisa berujung pada kemandulan dan juga berkurangnya karakter maskulin pada pria. 
b. Kriptorkidisme
 
Adalah suatu kegagalan satu atapun dua testis untuk turun dari abodemen menuju scrotum saat pria masih bayi. Hal ini membuat hormon testoteronnya tidak berkembang dengan baik. 

c. Uretritis

Adalah peradangan pada bagian uretra dengan disertai dengan gejala rasa gatal yang berlebih terutama pada bagian penis. Pria yang terkena penyakit ini akan sering buang air kecil. Penyebabnya adalah virus herpes. 

d. Prostatitis 

Adalah gejala dimana prostat meradang. Penyebabnya adalah bakteri bernama Escherichia colia. 

e. Epididimitis 
adalah infeksi yang biasanya terjadi pada sistem reproduksi pria. Penyakit yang satu ini biaanya disebabkan oleh bakteri E. Coli dan juga Chlamydia. 

f. Sifilis 
Penyakit ini disebabkan bakteri bernama Treponema Pallium yang didapatkan seseorang melalui hubungan seksual, luka mikroskopis dan juga trasfusi darah. 

g. Gonorhea 
Penyakit ini lazim disebut dengan kencing nanah. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria Gonorrheae. Ia ditularkan melalui prilaku seks yang bebas dan menyimpang. Gejalanya adalah keluarnya cairan berwarna putih yang disertai dengan rasa yang nyeri pada saat buang air kecil. 

Rabu, 11 September 2013

IPA

Organ Sistem Ekskresi pada Hewan- Kesetimbangan kimia dalam tubuh menjadi salah satu syarat utama untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan dibahas mengenai mekanisme ekskresi pada beberapa hewan.
1. Sistem Ekskresi pada Hewan Invertebrata. 
Sistem ekskresi pada hewan invertebrata lebih sederhana dibandingkan hewan vertebrata. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai sistem ekskresi beberapa hewan invertebrata.
a. Organ Sistem Ekskresi Makhluk Hidup Satu Sel (Protozoa). Makhluk hidup satu sel mengeluarkan sisa-sisa metabolismenya dengan cara difusi. Karbon dioksida hasil respirasi seluler dikeluarkan dengan cara difusi. Selain itu, ada cara lain, yaitu dengan membentuk vakuola yang berisi sisa metabolisme (Gambar 8.8).
Gambar 8.8 Makhluk hidup satu sel membentuk vakuola yang berisi sisa metabolisme, lalu mengeluarkannya dari dalam sel.
Pada hewan Coelenterata dan Porifera yang hidup sebagai koloni sel-sel, mekanisme ekskresinya dengan cara mendifusikan zat-zat yang akan dibuang dari satu sel ke sel yang lain hingga akhirnya dilepaskan ke lingkungan.
b. Organ Sistem Ekskresi Planaria. Organ ekskresi yang paling sederhana dapat ditemukan pada cacing pipih atau planaria. Organ ekskresi pada planaria berupa jaringan menyerupai pipa yang bercabang-cabang, organ tersebut bernamaprotonefridia. Jaringan pipa tersebut dinamakan nefridiofor. Ujung dari cabang nefridiofor disebut sel api (flame cell). Disebut demikian karena ujung sel tersebut terus bergerak menyerap dan menyaring sisa metabolisme pada sel-sel di sekitarnya. Kemudian, mengalirkannya melalui nefridiofor menuju pembuluh ekskretori (Gambar 8.9).
Gambar 8.9 Sistem ekskresi pada planaria.
c. Organ Sistem Ekskresi Cacing Tanah. Cacing tanah, moluska, dan beberapa hewan invertebrata lainnya memiliki struktur ginjal sederhana yang disebut nefridia. Struktur tersebut terdapat di setiap segmen tubuhnya. Dalam cairan tubuh cacing tanah yang memenuhi rongga tubuhnya, terkandung sisa metabolisme maupun nutrien. Cairan inilah yang disaring oleh ujung tabung berbentuk corong dengan silia yang disebut nefrostom. Dari nefrostom, hasil yang disaring tersebut kemudian dibawa melewati tubulus sederhana yang juga diselaputi oleh kapiler-kapiler darah. Pada tubulus ini, terjadi proses reabsorpsi bahan-bahan yang penting, seperti garam-garam dan nutrien terlarut. Air dan zat-zat buangan dikumpulkan dalam tubulus pengumpul, suatu wadah yang merupakan bagian dari nefridia untuk selanjutnya dikeluarkan melalui lubang ekskretori di dinding tubuh, yang biasa disebut nefridiofor(Gambar 8.10)
Gambar 8.10 Cacing tanah memiliki struktur ginjal sederhana yang disebut nefridia.
d. Organ Sistem Ekskresi Serangga. Alat ekskresi pada serangga, contohnya belalang adalah tubulus Malpighi (Gambar 8.11). Badan Malpighi berbentuk buluh-buluh halus yang terikat pada ujung usus posterior belalang dan berwarna kekuningan. Zat-zat buangan diambil dari cairan tubuh (hemolimfa) oleh saluran Malpighi di bagian ujung. Kemudian, cairan masuk ke bagian proksimal lalu masuk ke usus belakang dan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk kristalkristal asam urat (Hopson & Wessells, 1990: 598).
Gambar 8.11 Badan Malpighi pada belalang.
2. Sistem Ekskresi pada Hewan Vertebrata. Pada vertebrata terdapat beberapa tipe ginjal. Di antaranya adalah pronefros, mesonefros, dan metanefros. Pronefros adalah tipe ginjal yang berkembang pada fase embrio atau larva. Pada tahap selanjutnya, ginjal pronefros digantikan oleh tipe ginjal mesonefros. Ketika hewan dewasa, ginjal mesonefros digantikan oleh ginjal metanefros. Pada Mammalia, Reptilia, dan Aves tipe ginjal yang dimiliki adalah mesonefros. Namun, setelah dewasa mesonefros akan diganti oleh metanefros.
a. Organ Sistem Ekskresi Pisces (Ikan). Ginjal pada ikan adalah sepasang ginjal sederhana yang disebut mesonefros. Setelah dewasa, mesonefros akan berkembang menjadi ginjal opistonefros. Tubulus ginjal pada ikan mengalami modifikasi menjadi saluran yang berperan dalam transport spermatozoa (duktus eferen) ke arah kloaka. Ikan memiliki bentuk ginjal yang berbeda, sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Pada ikan air tawar, kondisi lingkungan sekitar yang hipotonis membuat jaringan ikan sangat mudah mengalami kelebihan cairan. Ginjal ikan air tawar memiliki kemiripan dengan ginjal manusia. Mekanisme filtrasi dan reabsorpsi juga terjadi pada ginjal ikan. Mineral dan zat-zat makanan lebih banyak diabsorbsi, sedangkan air hanya sedikit diserap. Dengan sedikit minum dan mengeluarkan urine dalam volume besar, ikan air tawar menjaga jaringan tubuhnya agar tetap dalam keadaan hipertonik. Ekskresi amonia dilakukan dengan cara difusi melalui insangnya. Ikan yang hidup di air laut, memiliki cara adaptasi yang berbeda. Ikan air laut sangat mudah mengalami dehidrasi karena air dalam tubuhnya akan cenderung mengalir keluar ke lingkungan sekitar melalui insang, mengikuti perbedaan tekanan osmotik. Ikan air laut tidak memiliki glomerulus sehingga mekanisme filtrasi tidak terjadi dan reabsorpsi pada tubulus juga terjadi dalam skala yang kecil. Oleh karena itu, ikan air laut beradaptasi dengan banyak meminum air laut, melakukan desalinasi(menghilangkan kadar garam dengan melepaskannya lewat insang), dan menghasilkan sedikit urine (Gambar 8.12). Urine yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui lubang di dekat anus. Hal ini berbeda dengan pengeluaran urine dari ikan Chondrichthyes, misalnya hiu. Ikan hiu mengeluarkan urine melalui seluruh permukaan kulitnya.
Gambar 8.12 Sistem ekskresi pada (a) ikan air tawar dan (b) ikan air laut.
b. Organ Sistem Ekskresi Amphibia (Katak). Tipe ginjal pada Amphibia adalah tipe ginjal opistonefros. Katak jantan memiliki saluran ginjal dan saluran kelamin yang bersatu dan berakhir di kloaka. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada katak betina. Ginjal pada katak seperti halnya pada ikan, juga menjadi salah satu organ yang sangat berperan dalam pengaturan kadar air dalam tubuhnya. Kulit Amphibia yang tipis dapat menyebabkan Amphibia kekurangan cairan jika terlalu lama berada di darat. Begitu pula jika katak berada terlalu lama dalam air tawar. Air dengan sangat mudah masuk secara osmosis ke dalam jaringan tubuh melalui kulitnya.
Gambar 8.13 Sistem ekskresi pada Amphibia dibandingkan sistem ekskresi pada ikan air tawar.
Katak dapat mengatur laju filtrasi dengan bantuan hormon, sesuai dengan kondisi air di sekitarnya. Ketika berada dalam air dengan jangka waktu yang lama, katak mengeluarkan urine dalam volume yang besar. Namun, kandung kemih katak dapat dengan mudah terisi air. Air tersebut dapat diserap oleh dinding kandung kemihnya sebagai cadangan air ketika katak berada di darat untuk waktu yang lama.
c. Organ Sistem Ekskresi Reptilia. Tipe ginjal pada Reptilia adalah metanefros. Pada saat embrio, Reptilia memiliki ginjal tipe pronefros, kemudian pada saat dewasa berubah menjadi mesonefros hingga metanefros (Gambar 8.14).
Gambar 8.14 Sistem ekskresi pada Reptilia, menggunakan tipe ginjal metanefros
Hasil ekskresi pada Reptilia adalah asam urat. Asam urat ini tidak terlalu toksik jika dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh Mammalia. Asam urat dapat juga diekskresikan tanpa disertai air dalam volume yang besar. Asam urat tersebut dapat diekskresikan dalam bentuk pasta berwarna putih. Beberapa jenis Reptilia juga menghasilkan amonia. Misalnya, pada buaya dan kura-kura. Penyu yang hidup di lautan memiliki kelenjar ekskresi untuk mengeluarkan garam yang dikandung dalam tubuhnya. Muara kelenjar ini adalah di dekat mata. Hasil ekskresi yang dihasilkan berupa air yang mengandung garam. Ketika penyu sedang bertelur, kita seringkali melihatnya mengeluarkan semacam air mata. Namun, yang kita lihat sebenarnya adalah hasil ekskresi garam. Ular, buaya, dan aligator tidak memiliki kandung kemih sehingga asam urat yang dihasilkan ginjalnya keluar bersama feses melalui kloaka.
d. Organ Sistem Ekskresi Aves (Burung). Burung memiliki ginjal dengan tipe metanefros. Burung tidak memiliki kandung kemih sehingga urine dan fesesnya bersatu dan keluar melalui lubang kloaka. Urine pada burung diekskresikan dalam bentuk asam urat. Metabolisme burung sangat cepat. Dengan demikian, sistem ekskresi juga harus memiliki dinamika yang sangat tinggi. Peningkatan efektivitas ini terlihat pada jumlah nefron yang dimiliki oleh ginjal burung. Setiap 1 mm3 ginjal burung, terdapat 100–500 nefron. Jumlah tersebut hampir 100 kali lipat jumlah nefron pada manusia. Jenis burung laut juga memiliki kelenjar ekskresi garam yang bermuara pada ujung matanya. Hal tersebut untuk mengimbangi pola makannya yang memangsa ikan laut dengan kadar garam tinggi.